Perilaku
jual beli masyarakat sering didasarkan atas upaya mencari keuntungan
sebanyak-banyaknya. Bahkan didasarkan atas keserakahan dan kerakusan. Misalnya,
belanja susu per shet Rp1000,- dijual Rp
2000,- Kalau di jual di atas kereta api
atau bus angkutan Rp 2.500,- Air Aqua gelas isi 250 ml, yang belanjanya per dus
Rp 12.000,- berisi 46 gelas, dijual per gelas Rp 1.000,- Air minum yang dulu
diperoleh secara gratis dan disediakan oleh masyarakat di depan rumahnya, kini
menjadi komoditas yang diperdagangkan untuk mengeruk keuntungan banyak yang
harganya melebihi harga BBM. Akhirnya masyarakat dihadapkan pada kesulitan
karena kondisi ekonomi terpuruk, pengangguran kian bertambah. Budaya gotong royong dan tolong
menolong sudah tidak berlaku lagi. Oke lah kalau memang situasi dan kondisi
sudah seperti itu. Tetapi bagaimana kalau jual beli tidak untuk mengeruk laba
berlebihan, mengambil untung tidak usah terlalu besar. Sehingga sama-sama enak
dan nyaman, si penjual dagangannya cepat habis, si pembeli terpenuhi
kebutuhannya, tidak ditahan kehausan atau kelaparan di jalan.
Kebiasaan
masyarakat berorientasi pada pola keuntungan banyak, sementara aspek kualitas
barang yang dijual kurang diperhatikan, muncullah kebiasaan tawar-menawar untuk
meminimalisir kekecewaan. Tetapi anehnya, justru seringkali terjadi, baik si
penjual maupun si pembeli merasa kecewa, meski telah sepakat mengenai harga.
Anehnya lagi, kalau jual beli dengan non muslim (china) tidak berani
tawar-menawar, sementara kalau dengan sama-sama muslim, tawar-menawar lamanya
minta ampun, minta diskon lagi.
Dalam
proyek-proyek besar pun tidak terlepas dari lobi-lobi pimpinan, tawar menawar,
bargaining, yang ujung-ujungnya juga kecewa, karena banyak penggunaan dana yang
diselewengkan, bisa melalui mark up, suap, jatah, ancaman, dan preman-preman
yang berkeliaran minta ini dan itu, laporan fiktif dan lain-lain.
Oleh
karena itu untuk membangun masyarakat madani yang penuh dengan kasih sayang
tidak perlu profit orientid berlebihan. Tetapi dengan prinsip tolong menolong
atas dasar kebaikan dan taqwa. Hal ini diperlukan masyarakat yang jujur,
terbuka dan dengan niatan yang baik dari lubuk hati yang dalam untuk tidak
mengecewakan orang, apalagi merugikan. Tentu semua itu memerlukan proses dan
perjuangan yang tidak kenal berhenti.
Jika
masyarakat madani terwujud, tidak perlu lagi adanya tawar-menawar, atau lobi
dalam setiap akad jual beli atau hutang piutang. Tidak ada yang menekan, tidak
ada yang ditekan. Tidak ada yang di atas dan tidak ada yang di bawah. Tidak ada
yang kuat dan tidak ada yang lemah. Semua masyarakat muslim sama. Tidak ada
kelebihan orang Arab atas orang non Arab, demikian kata Rasulullah saw. Dan
sesuai pula dengan hadits yang tercantum di atas.
Umumnya
yang sering cerewet dalam jual beli adalah kaum perempuan. Mereka terkenal
berlama-lama dalam tawar-menawar. Dan jika sudah terjadi kesepakatan harga,
saat membayar masih saja kaum perempuan minta diskon, atau barangnya ditambah.
Itulah kaum perempuan. Padahal Allah mengingatkan keras di dalam Alqur’an : “1. Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. 2. (yaitu)
orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta
dipenuhi, 3. dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka
mengurangi”(QS 83 : 1-3) Oleh karena itu, Allah mewajibkan kepada kaum
laki-laki bekerja mencari nafkah untuk keluarga, bukan kaum perempuan. Karena
perempuan dengan modal kecantikannya sering kaum lelaki tidak terpedaya dan
menjual semurah-murahnya. Perempuan kalau bekerja lebih banyak madhorotnya
daripada manfaatnya. Kemaksiatan bertambah, perselingkuhan terjadi, anak-anak
tidak diasuh dengan baik, angka perceraian meningkat, suami-suami tidak
diperhatikan bahkan tidak dihargai oleh istri yang bekerja, rumah tangga
berantakan, dll.
Anehnya, di zaman sekarang, hampir semua aktivitas bisnis melibatkan
perempuan. Perempuan menjadi komoditas iklan terlaris di mana-mana. Perempuan
menjadi daya pemikat custemer. Bank menyukai pegawai perempuan, hotel menyukai
resevsionis wanita, toko, warung, rumah makan, penginapan, panti pijat,
pelayanan kesehatan, dan lain-lain lebih suka melibatkan perempuan. Bahkan kini
telah banyak tumbuh bisnis yang berbau maksiat. Karena tanpa aroma maksiat
tidak ramai dikunjungi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar