Selamat Datang

Blog ini dikelola oleh Wisata Rohani yang dimotori oleh Aminuddin Halimi, jebolan pondok pesantren, ia pernah mengaji di beberapa pondok pesantren, di Buntet Cirebon (Jawa Barat), ponpes APIK Kaliwungu Kendal (Jawa Tengah) dan di ponpes Hidayatul Mubtadi’ien Lirboyo Kediri (Jawa Timur). Ia adalah putra dari pasangan Kyai Chalimi bin Abdul Chobir dan Matoyah binti Ghazali, ayahnya sebagai tokoh masyarakat yang pernah sempat populer di tahun 1960 an sebagai dai kondang di wilayah Tegal dan sekitarnya. Ia sempat kuliah di IAIN Walisongo, Semarang dan studi S2 di UNJ Jakarta. Selama menjalani perkuliahan di perguruan tinggi, ia sambil mengamalkan ilmunya, mengisi acara pengajian di majlis-masjis ta’lim dan menjadi khotib di beberapa masjid serta mengajar di beberapa sekolah dan madrasah. Selanjutnya ia menjadi dosen ilmu hadits di STAIN Pekalongan selama kurang lebih 25 tahun. Dan aktivitas terakhir mengisi pengajian-pengajian rutin di majlis-majlis ta’lim, mengajar di madrasah Diniyah dan menjadi khotib di masjid. Ia juga aktif mengikuti seminar-seminar tentang motivasi., ESQ. pemberdayaan masyarakat, Emosional Healing Therapy, Spiritual Emosional Freedom Technique, NLP (Neorologi Language Program), dll.
VISI
Wisata Rohani, Pelopor Pemasyarakatan Shalat, Pengamalan Qur’an, dan Pengubahan Mindset Umat
MISI
  1. Mengupayakan dan menyelenggarakan kegiatan pashalatan, baca tulis Qur’an, dan madrasah diniyah (Madin) di masjid-masjid
  1. Mengupayakan dan menyelenggarakan kegiatan pelatihan, seminar, diskusi kelompok dan pembelajaran bersama, baik bersifat rutin maupun bersifat insidental dalam rangka pengubahan mindset umat.
  1. Mengupayakan dan menyelenggarakan taman baca umat dalam rangka mencerdaskan bangsa.
  1. Mendorong, dan mengupayakan bertumbuhkembangnya kegiatan di atas melalui kerjasama dengan semua pihak secara tulus tanpa unsur golongan, politik, maupun aliran.
PROGRAM
  1. Program Pashalatan bertujuan membentuk pribadi muslim tekun mendirikan shalat, baik yang wajib maupun yang sunah dengan materi pelajaran : wudhu,shalat. Dan hafalan surat pendek (minimal 3 surat) waktu 1 bulan
  1. Program Baca Tulis Qur’an (BTQ), bertujuan membentuk masyarakat muslim yang mampu membaca dan menulis Qur’an dengan fashih dan lancar. Materi Pelajaran dengan metode Qiro’ati atau Iqro’ dan hafalan surat-surat pendek (minimal 10 surat) waktu 3 bulan
  1. Program Madin A, bertujuan membentuk dan mempersiapkan generasi yang mampu mengumandangkan Adzan, Iqomat, Bilal, Imam Shalat, shalat janazah, Dzikir, Tahlil dan Do’a . Sekarang sudah semakin langka orang-orang yang mampu hal di atas. Materi terdiri dari : Adzan Iqomat Bilal, shalat Janazah, Tahsin dan tafsir Qur’an Waktu 6 bulan.
  1. Program Madin B, bertujuan membentuk dan mempersiapkan generasi yang mampu mandiri, dengan indikator : mampu menterjemahkan Alqur’an / kitab kuning , memberi tausyiah, khutbah, berwirausaha, menjadi tokoh masyarakat yang dapat memotivasi umat untuk sukses. Materi terdiri dari : Pengembangan diri, motivasi, kewirausahaan dan terapi serta materi utama tafsir Qur’an. Tidak ada batasan waktu, kelulusan dinilai dan diakui oleh masyarakat sekitar.
  1. Program Pendirian Taman Baca Umat dengan menggalakan masyarakat untuk menyumbang buku-buku secara sukarela dan menjalin kerjasama dengan pihak-pihak terkait.
  1. Program Penerbitan buku yang dirasa penting yang menunjang Visi Misi melalui penerbit Hening Press.
  1. Program TMC (Training Motivation Centre) bertujuan menghasilkan peserta pelatihan yang memiliki dedikasi tinggi, disiplin, cerdas dan berkepribadian dengan ciri-ciri : Powerfull (energik, semangat, kerja keras), Produktif (Kerja cerdas), Jujur (dapat dipercaya), Visioner(wawasan luas ke depan), Amanah (menjaga rahasia), Asertif (mengurangi dan menghilangkan konflik), Integrited (sopan santun dan berbaik hati kepada sesama serta penuh pengertian), Akomodatif (membangun mitra dan kerja sama)

Rabu, 21 September 2016

Tips Agar Pandai Bersyukur

Ada kecenderungan kalau orang mendapatkan rizki tidak mau bercerita kepada orang lain. Sementara kalau mendapatkan musibah atau cobaan mengeluh lantas bercerita kemana-mana, kepada tetangga,  kepada teman atau orang lain. Kecenderungan ini dimotivasi oleh rasa kekhawatiran kalau rizki itu diminta atau orang-orang mau pinjam, mau hutang atau orang-orang minta syukuran. Padahal dengan langkah itu dia bisa memberi dan meminjami atau mengadakan syukuran yang justru menambah amal dan kebaikannya. Sebaliknya mengeluh lantas bercerita tentang musibah pertanda dia cengeng atau minta bantuan. Tidak semua orang respek atau peduli dan membantu orang yang kesusahan. Malah ada orang yang justru gembira, sinis dan mengejek kalau tetangganya kesusahan.
Itulah sebabnya Islam mengajak kepada umatnya untuk selalu bersyukur. Salah satu implementasi syukur adalah “tahadus bin ni’mah” (bercerita tentang nikmat dan rizki yang diterima). Tidak mungkin seseorang bersyukur kepada Allah dengan cara mengeluh. Sebab mengeluh sebagai tanda tidak sabar. Sebaliknya bersyukur berarti menerima ketentuan Allah, bahkan rela/ ikhlas seta merasakan bahwa nikmat yang diberikan Allah begitu banyak dibandingkan dengan kesedihan atau musibah yang dialami. Sehingga meskipun mendapatkan musibah, ia tetap ceria dan tampil tegar dengan ekspresi wajah selalu tersenyum tanpa beban sedikitpun di hatinya.
Orang yang memperoleh  mikmat/rizki sedikit tetapi tidak bersyukur diberi kekayaan sebesar apapun tidak akan pernah bersyukur sebagaimana Qarun yang hidup di zaman  Nabi Musa as.   Sebab ia merasakan harta yang dimilikinya masih kurang dan belum memenuhi semua keinginannya. Tidak ada alasan untuk tidak bersyukur, bahkan orang yang mendapatkan musibah pun sepantasnya harus bersyukur karena pada hakikatnya musibah atau cobaan adalah penghormatan Allah kepada hambaNya yang dikehendaki untuk meningkatkannya menjadi lebih mulia.
Termasuk implementasi syukur adalah seorang hamba berterima kasih kepada sesama, terutama kepada kedua orang tua, kepada guru dan kepada orang-orang yang telah berjasa kepadanya. Bersyukur kepada Allah sama artinya bersyukur kepada sesama. Dan tidak berarti apa-apa seseorang yang tidak pernah berbaik hati kepada sesama. Orang lain adalah diri kita. Mencintai orang lain berarti mencintai dirinya sendiri. Menghormati orang lain berarti pula menghormati dirinya sendiri. Sebaliknya membenci orang lain berarti membenci dirinya sendiri dan berakibat buruk terhadap dirinya.
Dari sikap bersyukur itulah akan tumbuh suasana harmonis, persaudaraan, persatuan, kedamaian, kerukunan dan kebahagiaan. Dan yang lebih penting adalah kelimpahan rahmat dan karunia dari Allah swt yang luar biasa tanpa perhitungan dan tidak disangka-sangka. Sebaliknya jika tidak bersyukur, akan timbul perselisihan, percekcokan, pertengkaran dan permusuhan di antara sesama kita. Turunlah azab Allah. Siapa sih, orang yang mau diberi siksa. Allah berfirman : “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih."(QS 14:7).
Orang fakir yang sabar itu lebih utama daripada orang kaya yang bersyukur dan akan masuk syorga lebih awal bersama golongan “sabiqunal awwalun”. Tetapi jika yang fakir dan miskin itu mampu bersabar dan mampu bersyukur, maka ia meraih puncak keutamaan dari segala-galanya. Demikian untaian dari Abdul  Qadir Al-Jailani di dalam Manaqibnya.
Secara naluriyah, manusia tidak suka memiliki harta sedikit. Dan ingin mempunyai harta banyak  lagi melimpah. Karena dengan harta banyak, semua keinginan dapat terpenuhi terutama kebutuhan pokok sehari-hari. Namun yang menjadi persoalan adalah apakah ia merasa puas dengan harta yang banyak itu lantas tenang hidupnya. Ternyata dalam prakteknya tidak sesederhana itu. Tidak sedikit orang kaya yang stres, bingung menghadapi kehidupan, selalu diliputi rasa cemas, galau. Apalagi di era globalisasi yang dipenuhi dengan kemajuan teknologi di berbagai segi kehidupan. Manusia semakin haus dan tidak akan pernah merasa puas dengan kemajuan yang ada sampai ajal tiba, kecuali orang-orang yang dapat mengendalikan diri dan membatasi keinginan-keinginannya untuk tujuan ibadah.
Alqur’an berkali-kali mengingatkan bahwa kehidupan dunia ini adalah kesenangan yang menipu, tetapi peringatan itu tidak pula diindahkan. Maka terseok-seoklah kehidupan mereka, lalu berakhirlah diujung hayatnya dengan kesia-siaan, hidup tanpa makna. Islam tidak melarang umatnya untuk menjadi orang kaya. Justru Allah menjanjikan umat Islam ampunan dan kekayaan dan Iblis mengajak kita agar selalu dalam kefakiran, kemiskinan dan kekufuran. Umat manusia yang tidak rela dengan harta sedikit dan tidak pula puas dengan harta banyak, itulah manusia fakir yang dijanjikan syaitan. Oleh karena itu harta sedikit tetapi cukup lebih baik daripada harta banyak tetapi tidak cukup. Buat apalah harta banyak tetapi tidak mencukupi kebutuhan dan keinginannya. Sebesar apapun harta yang dimilikinya tidak akan pernah memuaskan, kecuali dengan membatasi keinginannya. Jadi, persoalannya bukan pada sedikit banyaknya harta, tetapi pada rasa kesyukuran bagi pemiliknya. Namun jika sama-sama bersyukur, mempunyai harta sedikit lebih baik, karena akan mempercepat hisab atau perhitungan di hari pembalasan.
Cobaan atau musibah yang pasti akan dialami oleh setiap insan adalah kematian sebagai peristiwa yang paling ditakuti. Biasanya sebelum datang ajal, ada tanda-tanda yang mengawalinya, yaitu sakit, karena ada organ tubuh yang mulai rusak. Di sini ia  mulai merasakan dan menyadari bahwa kesehatan adalah segala-galanya. Dan kekayaan meskipun banyak tak ada artinya bagi orang sakit. Ia kemudian mengorbankan seluruh kekayaannya untuk pengobatan agar lekas sembuh. Mengapa di waktu sehat harta kekayaannya tidak dimanfaatkan untuk amal soleh, amal jariyah sebagai rasa syukur atas nikmat sehat dan nikmat rizki yang diberiikan Allah. Kekecewaanlah yang kemudian dirasakannya, seperti tidak ada artinya membanting tulang bekerja keras di waktu muda dan mereguk kekayaan yang melimpah, tetapi kemudian habis sekejap untuk biaya pengobatan dan tiada arti kekayaan bagi dirinya karena tidak sembuh apalagi bagi kemanusiaan atau amal soleh sebagai bekal sesudah mati.

Oleh karena itu, beruntunglah orang yang pandai bersyukur. Dalam kondisi apapun ia selalu bersyukur. Apalagi di saat sehat dan banyak uang, ia gunakan sebaik-baiknya untuk amal ibadah. Di waktu sakit pun ia bersyukur kepada Allah karena sakit yang dihadapinya dengan sabar apalagi bersyukur, Allah mengampuni seluruh dosa-dosanya. Bagaimana kalau kematian tidak diawali dengan sakit, tentu banyak orang terkejut atas kematiannya dan tidak terampuni dosa-dosanya serta tidak ada kesempatan untuk bertaubat kepada Allah swt. Itulah kemurahan Allah yang sering manusia melupakannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar